Shalat witir adalah salah satu shalat sunnah yang sangat dianjurkan pelaksanaannya.
Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wasallam bersabda :
اجْعَلُوا آجِرَ صَلاَتِكُمْ بِاللَّيْلِ وِتْرًا
Jadikanlah shalat witir sebagai akhir shalat kalian di malam hari.
(HR al-Bukhâri no. 948)
Dalam pelaksanaan shalat witir ini, Nabi shallallâhu 'alaihi wasallam telah mencontohkan beberapa cara, diantaranya dengan praktek yang saudara tanyakan. Tiga rakaat tersebut boleh dilaksanakan dalam dua cara.
Pertama, dilakukan dengan dua rakaat lalu salam kemudian disempurnakan dengan satu rakaat sebagai rakaat ketiganya. Praktek seperti ini pernah dilakukan oleh Ibnu Umar radhiyallâhu'anhu sebagaimana dijelaskan imam Nâfi’ rahimahullâh dalam pernyataan beliau:
أَنَّ عَبْدَ اللهِ بْنَ عُمَرَ كَانَ يُسَلِّمُ بَيْنَ الرَّكْعَتَيْنِ
وَ الرَّكْعَةِ فِيْ الوِتْرِ حَتَّى يَأْمُرَ بِبَعْضِ حَاجَتِهِ
Sesungguhnya Abdullah bin Umar radhiyallâhu'anhu
pernah salam (mengakhirkan shalat) antara dua rakaat dengan satu rakaat
dalam witir hingga memerintahkannya untuk memenuhi sebagian kebutuhannya.
(HR al-Bukhâri no. 991 dari Imam Mâlik dalam al-Muwatha’ 1/125.
Lihat kitab Irwâ’ul Ghalîl 2/148 no.418).
Bahkan Ibnu Umar radhiyallâhu'anhu sendiri menyatakan:
كَنَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ يَفْصُلُ الشَّفْعَ وَ الْوِتْرَ بِتَسْلِيْمٍ يُسْمِعُنَا
Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wasallam pernah memisahkan
antara dua rakaat dan yang satu (dalam witir) dengan salam yang bisa kami dengar [1]
Oleh karena itu Ibnu Hibbân rahimahullâh dalam kitabnya Shahih Ibni Hibbân memberikan satu bab yang diberi judul, “Penjelasan Tentang Hadits yang Menunjukkan Nabi shallallâhu 'alaihi wasallam Pernah Memisahkan Antara Dua Rakaat dan yang Ketiga dengan Salam”.
Kedua, dilakukan secara bersambung tiga raka’at dengan satu salam yaitu setelah raka’at ketiga. Praktek seperti ini dijelaskan oleh Ummul mukminin ‘Aisyah radhiyallâhu'anha dalam pernyataannya :
مَا كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ يَزِيْدُ فـِي رَمَضَانَ وَ لاَ فـِي غَيْرِهِ
عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَتً يُصَلِّى أَرْبَعً فَلَا تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَ طُوْلِـهِنَّ
ثُـمَّ يُصَلِّى أَرْبَعً فَلَا تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَ طُوْلِـهِنَّ ثُـمَّ يُصَلِّى ثَلاَثً
Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wasallam pada bulan Ramadhan
dan diluar Ramadhan tidak pernah shalat lebih dari sebelas rakaat,
Beliau shallallâhu 'alaihi wasallam shalat empat rakaat,
jangan tanya tentang bagus dan panjangnya shalat beliau.
Kemudian shalat lagi empat rakaat,
jangan tanya tentang bagus dan panjangnya shalat beliau.
Kemudian beliau shallallâhu 'alaihi wasallam shalat tiga raka’at.
(Muttafaqun ‘alaihi).
Wallahu a’lam
(Sumber : Shahîh Fiqhus Sunnah 1/388).
http://majalah-assunnah.com/index.php?option=com_content&view=article&id=279
Tidak ada komentar:
Posting Komentar