Sebagian orang merasa tidak nyaman bila harus
berurusan dengan birokrasi. Sementara ada juga sebagian orang (baca:
kaum berduit) yang jelas-jelas salah, namun kelihatan tenang saja meski
berurusan dengan aparat penegak hukum. Itulah dua kenyataan yang sering
kita dengar. Kesan bahwa uang bisa memuluskan persoalan sulit ditampik.
Yang benar divonis salah, yang baik dijadikan tersangka, yang tidak
berhak dimenangkan dalam meja peradilan. Semua seakan bisa “diatur” asal
ada uang.
Akibat buruk yang ditimbulkan oleh ulah para koruptor
sangat merugikan masyarakat. Betapa banyak orang menjerit kecewa lalu
mengutuk para pelaku koruptor karena merasa sangat dirugikan. Betapa
banyak orang meregang nyawa menunggu kedatangan bantuan, namun bantuan
yang ditunggu tak kunjung tiba karena habis digerogoti oleh oknum-oknum
petugas yang bermental korup.
Itulah satu di antara sekian penderitaan akibat
perilaku buruk para koruptor. Begitu tega hati mereka melihat orang lain
bergumul dengan penderitaan. Tidakkah mereka sadari bahwa kenikmatan
dunia yang mereka kejar-kejar itu hanyalah kenikmatan semu yang akan
mereka tinggalkan ketika ajal mendatangi mereka. Selanjutnya tinggallah
beban tanggung-jawab yang masih berada di atas pundaknya. Dia akan ditanya tentang hartanya. Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam telah memberitahukan :
Tidak akan bergeser tapak kaki seorang hamba pada hari Kiamat
sehingga ditanya tentang empat perkara :
Tentang umurnya, untuk apa ia habiskan ?
Tentang jasadnya, untuk apa ia gunakan ?
Tentang hartanya, darimana ia mendapatkannya
dan kemanakah ia menafkah kannya ?
Dan tentang ilmunya, apakah yang telah ia amalkan.
(HR at-Tirmidzi dan ad-Dârimi,
dan dishahihkan oleh al-Albâni dalam Sha ul Jâmi’ , no. 7300)
sehingga ditanya tentang empat perkara :
Tentang umurnya, untuk apa ia habiskan ?
Tentang jasadnya, untuk apa ia gunakan ?
Tentang hartanya, darimana ia mendapatkannya
dan kemanakah ia menafkah kannya ?
Dan tentang ilmunya, apakah yang telah ia amalkan.
(HR at-Tirmidzi dan ad-Dârimi,
dan dishahihkan oleh al-Albâni dalam Sha ul Jâmi’ , no. 7300)
Lebih dari itu, semakin banyak seorang koruptor
“menikmati” dan mengkonsumsi hasil korupsinya, itu berarti semakin
membuka dan memuluskan jalannya menuju siksa neraka. Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam bersabda :
Sesungguhnya tidak akan masuk surga
daging yang tumbuh dari harta yang haram.
Neraka lebih pantas untuknya.
(HR Ahmad dan ad-Dârimi,
serta dishahihkan oleh al-Albâni dalam Shahîhut Targhîb , no. 1728)
daging yang tumbuh dari harta yang haram.
Neraka lebih pantas untuknya.
(HR Ahmad dan ad-Dârimi,
serta dishahihkan oleh al-Albâni dalam Shahîhut Targhîb , no. 1728)
Itulah di antara penderitaan panjang yang akan dialami oleh penikmat uang haram.
Mungkin akan ada orang yang menyanggah, ‘Itukan kalau
dia mati dalam keadaan belum bertaubat, atau tidak menginfakkan
hartanya di jalan Allâh.'
Untuk menjawab ini, mari kita merenungi sabda Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam berikut ini :
Barangsiapa yang memilki dosa kezhaliman pada saudaranya,
baik berkenaan dengan kehormatan dirinya atau sesuatu yang lain,
maka hendaknya ia berusaha melepaskannya hari ini,
sebelum datangnya hari dimana tidak ada lagi
uang dinar dan uang dirham (yaitu hari Kiamat).
(Jika pada hari Kiamat nanti kezhaliman belum terlepas,)
maka apabila ia memiliki amal shaleh,
amal shalehnya akan diambil (diberikan kepada saudaranya)
sesuai dengan kezhaliman yang dilakukannya,
dan apabila ia tidak memiliki kebaikan,
maka keburukan saudaranya akan diambil dan dipikulkan kepadanya.
(HR. al-Bukhâri. Fat ul Bâri, V/101, no. 2449)
Juga sabda Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam:baik berkenaan dengan kehormatan dirinya atau sesuatu yang lain,
maka hendaknya ia berusaha melepaskannya hari ini,
sebelum datangnya hari dimana tidak ada lagi
uang dinar dan uang dirham (yaitu hari Kiamat).
(Jika pada hari Kiamat nanti kezhaliman belum terlepas,)
maka apabila ia memiliki amal shaleh,
amal shalehnya akan diambil (diberikan kepada saudaranya)
sesuai dengan kezhaliman yang dilakukannya,
dan apabila ia tidak memiliki kebaikan,
maka keburukan saudaranya akan diambil dan dipikulkan kepadanya.
(HR. al-Bukhâri. Fat ul Bâri, V/101, no. 2449)
Barangsiapa mengumpulkan harta haram
kemudian ia menyedekahkannya
maka ia tidak memperoleh pahala darinya
dan dosanya terbeban atas dirinya.(Hadits riwayat Ibnu Hibbân (3367)
dan dihasankan oleh al-Albâni dalam Shahih at-Targhîb no. 880)
kemudian ia menyedekahkannya
maka ia tidak memperoleh pahala darinya
dan dosanya terbeban atas dirinya.(Hadits riwayat Ibnu Hibbân (3367)
dan dihasankan oleh al-Albâni dalam Shahih at-Targhîb no. 880)
Uang haram, meskipun dalam jumlah yang tak seberapa
tetap saja akan dapat berpotensi buruk bagi seseorang yang
memanfaatkannya. Seorang Muslim harus berhati-hati dan menyeleksi ketat
apa-apa yang masuk ke dalam perutnya. Semoga Allâh Ta'ala menyelamatkan
kita dari fitnah harta di dunia ini.
Wallâhu a’lam.